Selasa, 23 April 2013

Pengertian Cerpen

2.3  Pengertian Cerpen
             Sebuah cerpen bukanlah novel yang diperpendek dan juga bukan bagian dari novel yang belum ditulis. Ada yang mengatakan bahwa cerpen merupakan fiksi yang dibaca selesai dalam sekali duduk dan ceritanya cukup membangkitkan efek tertentu dalam diri pembaca. Dengan kata lain, sebuah kesan tunggal dapat diperoleh dalam sebuah cerpen sekali dibaca, sebuah cerpen biasanya memiliki plot yang diarahkan pada insiden/peristiwa yang tunggal. Sebuah cerpen biasanya didasarkan pada insiden tunggal yang memiliki signifikasi besar bagi tokoh.
             Menurut Yudiono KS, bahwa cerita pendek (cerpen) adalah cerita yang bersumber pada persoalan kehidupan yang menjadi tema cerita. Sebagaimana sebuah fiksi, cerpen memiliki unsur intrinsik cerita seperti tema, alur, perwatakan, latar, ketegangan, sudut pandang, kesatuan dan gaya bahasa.
             Yang termasuk unsur intrinsik sebuah cerpen adalah :
a.       Tema: Suatu gagasan/ ide sentral yang menjadi pangkal tolak penyusunan karangan dan sekaligus menjadi sasaran karangan tersebut.
b.      Plot/alur: Rangkaian peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat, alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tatapi yang lebih penting ialah menjelaskan mengapa hal itu terjadi.
c.       Penokohan: Bagaimana sifat-sifat tokoh digambarkan dalam cerita tersebut oleh pengarang. Penggambaran tokoh-tokoh dalam suatu cerita dapat menggunakan dua metode yaitu metode analitik dan dramatik.
d.      Latar (setting): keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.
e.       Pusat Pengisahan (sudut pandang/point of view) yaitu cara pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita atau dari sudut mana pengarang memandang ceritanya.
             Selain itu cerpen memiliki struktur cerita, susunan ceritanya tidaklah mutlak harus mengikuti suatu pola. Ada pengarang yang memakai pola struktur cerita, tradisional: pengenalan, pertikaian, penyelesaian, ada juga, yang memulai dengan pertikaian, perkenalan dan penyelesaian.
             Menurut kualitasnya, isi cerpen dibedakan atas cerpen series (bermutu sastra) dan cerpen populer. S.Tasrif (dalam Lubis, 1960 : 13-14), menyebutkan dengan istilah quality story dan commercial story. Jika keduanya, dibedakan maka menurut Tasrif, quality story adalah: cerita yang mempunyai harga, mensastraan, pekerjaan yang sungguh-sungguh dari pengarangnya dalam mencurahkan buah kalbu dan pikiran demi kualitas sastranya, sedangkan commercial story merupakan cerita yang dijual untuk mencari uang dan bercirikan plot yang kocak, bahasa romantis, menampilkan tma percintaan.
a.       Tema
            Istilah tema menurut Schrabac (dalam Aminuddin, 2004:91) berasal dari bahasa latin yang berarti tempat meletakkan suatu perangkat. Disebut demikian karena ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakan. Tarigan (1991: 125) mengatakan bahwa setiap fiksi haruslah mempunyai dasar-dasar atau tema yang merupakan sasaran tujuan.
Tema adalah: ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakan (Aminuddin, 2004: 92). Sejalan dengan pendapat ini, Brooke dan Werren (dalam Tarigan, 1991: 92) mengatakan bahwa tema adalah pandangan isu tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau dengan kata lain rangkaian nilai-nilai tertentu yang merupakan gagasan utama karya sastra.
Menurut Stanton (dalam Nurgiantoro, 2005: 70) mengartikan tema sebagai makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan ide utama (central ide) dan tujuan utama (central purpose).
Zulfahnur, dkk ( 1996 :25) mengatakan bahwa tema adalah emosional yang amat penting dari suatu cerita karena dengan dasar itu pengarang dapat membayangkan dalam fantasinya bagaimana cerita akan dibangun dan berakhir. Aminuddin (2004: 92) juga mengemukakan dalam upaya memahami tema, pembaca perlu memperhatikan beberapa langkah secara cermat, yaitu :
1.      Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.
2.      Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.
3.      Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa prosa fiksi yang dibaca.
4.      Memahami plot atau alur dalam prosa fiksi yang dibaca.
5.      Menghubungkan pokok pikiran yang satu dengan lainya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.
6.      Mengidentifikasi tujuang pengarang, memaparkan ceritanya dengan bertolak dari saran pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya.
            Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tema merupakan apa yang menjadi persoalan pokok, persoalan yang menonjol, persoalan yang banyak menimbulkan konflik, ide utama dan tujuan utama di dalam sebuah cerpen.
b.      Plot/Alur
            Plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 2004: 83).
Menurut Nurgiantoro (2005: 113) menemukan beberapa pengertian plot yang diungkapkan oleh Stanton dan Kenny. Stanton, plot berisi urutan kejadian namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan yang lain. Kenny mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa yaitu berdasarkan kaitan sebab akibat. Loban, dkk (dalam Aminuddin, 2004: 84) menggerakkan gerak tahapan alur seperti halnya gelombang-gelombang itu berawal dari :
a.       Ekposisi
b.      Komplikasi atau intrik-intrik awal yang akan bekembang menjadi konflik hingga menjadi konflik
c.       Klimaks
d.      Relevansi atau penyingkapan tabir suatu problem
e.       Denouement atau penyelesaian
c.       Latar/Setting
            Latar adalah latar belakang fisik, unsur tempat dan ruang dalam suatu cerita. Menurut Aminuddin (2004: 69) mengatakan latar adalah peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu maupun peristiwa serta memiliki fungsi fisikal dan psikologis.
Latar disebutkan juga landas, tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Abrams (dalam Nurgiantoro, 2005 : 216).
Nurgiantoro (2005 : 277) mengungkapkan unsur-unsur yang terdapat latar terdiri atas latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Latar tempat adalah suatu latar yang menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan pada karya fiksi. Latar waktu adalah suatu latar yang berhubungan dengan masalah kapan ter adinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial adalah latar yang menyatakan pads hal-hal yang berhubungan dengan prilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Menurut Jones (dalam Nurgiantoro, 2005: 97) mengatakan penokohan adalah penokohan tokoh di dalam karya sastra, dengan demikian dapat disimpulkan penokohan adalah cara yang digunakan pengarang dalam menampilkan dan mengembangkan watak tokoh atau perilaku cerita. Berikut pembedaan antara tokoh menurut Nurgiantoro (2005 : 176).
1.      Tokoh utama dan tokoh tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel/ cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian, sedangkan tokoh tambahan tidak begitu dipentingkan dalam cerita dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung maupun tidak langsung.
2.      Tokoh protagonis dan tokoh antagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita, sedangkan tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis.
3.      Tokoh sederhana dan tokoh bulat
Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja, sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang kompleks berbeda halnya dengan tokoh sederhana, tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai sisi kehidupannya, sisi kepribadiaanya dan jadi dirinya.
4.      Tokoh Statis dan Tokoh berkembang
Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap tak berkembang sejak kawal sampai akhir cerita, dipihak lain tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan.
5.      Tokoh tipikal dan tokoh netral
Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas peker aan atau kebangsaannya. Sedangkan tokoh netral yaitu tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri, ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensis dalam dunia fiksi.
            Dalam melukiskan tokoh-tokoh rekaan yang amat dikenalnya itu penuh Sudjiman (dalam Zulfahnur, 1996) pengarang menggunakan metode penokohan yaitu metode analisis, metode dramatis dan metode kontekstual.
Metode analisis memaparkan secara langsung sifat-sifat lahir (fisik) dan batin tokoh cerita. Metode dramatis adalah cars pelukisan dengan tidak langsung, dengan metode ini pembaca dapat menarik kesimpulan tentang watak-watak tokoh dengan dramatis. Metode kontekstual menggunakan bahasa yang mengacu pads tokoh untuk menggambarkan perwatakan.
d.      Point of View
            Panuti Sudjiman (dalam Zulfahnur, 1996: 35) mengatakan bahwa sudut pandang adalah tempat pencerita, dalam hubungannya dengan cerita, dari sudut mana pencerita menyampaikan kisahnya. Sedangkan Tarigan (1991: 140) diungkapkan bahwa sudut pandang adalah hubungan yang terdapat antara sang pengarang dengan alam fiktif ceritanya atupun antara sang pengarang dengan pikiran perasaan para pembacanya.
Point of view menyarankan pada cara sebuah cerita dikisahkan, ia merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai saran untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam kepada pembacanya (Nurgiantoro, 2005 : 248).
Jadi sudut pandang merupakan posisi pencerita dalam membaca ceritanya ada kalanya dia bisa menjadi tokoh dalam cerita tersebut atau di luar penceritaan. Berikut perbedaan sudut pandang menurut Nurgiantoro (2005: 256)
a.       Sudut pandang personal ketiga “Dia”
Pengisahan cerita yang mempergunakan posisi penceritaan dalam membaca ceritanya ada kalanya dia bisa menjadi tokoh dalam cerita tersebut atau diluar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya ia, dia dan mereka.
b.      Sudut pandang personal pertama “Aku”
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang personal pertama, first person point of view “Aku”. jadi gaya “aku” narator adalah seorang ikut terlibat dalam cerita.
c.       Sudut pandang campuran
Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam sebuah novel/cerpen, mungkin berupa penggunaan sudut pandang personal ketiga, dengan teknik "dia" maha tabu dan "dia" sebagai pengamat, personal pertama dengan teknik "aku" sebagai tokoh utama. dan "aku" tambahan sebagai saksi, bahkan dapat berapa campuran antara personal pertama dan ketiga, antara "aku" dan "dia" sekaligus.
d.      Amanat
Amanat adalah pesan atau ide yang disampaikan seorang pengarang kepada. pembaca. Menurut Zulfahnur (1996: 26) amanat itu diartikan sebagai pesan yang berupa ide, gagasan, ajaran moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang disampaikan/dikemukakan pengarang lewat cerita. Amanat pengarang ini dapat disampaikan secara implisit dan eksplisit di dalam karya. sastra. Implisit misalnya disyaratkan dalam tingkah laku tokoh-tokoh cerita. Eksplisit bila dalam tingkah atau akhir cerita pengarang menyampaikan pesan-pesan, saran, nasihat, pemikiran dan sebagainya. Umpamanya dalam salah asuhan, ketika itu Hanafi dan cucunya Syafi'i di rumah Hanafi, ia berkata "jangan terulang kembali riwayat salah asuhan".
e.       Gaya Bahasa
Unsur-unsur bahasa yang membangun atau menciptakan teknik bercerita yang khas dinamakan gaya bahasa (dalam Zulfahnur, 1991: 38). Bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis, keduanya merupakan unsur bahan, alat, saran yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung "nilai lebih" dari pada sekedar bahannya itu sendiri. Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra, di pihak lain sastra lebih dari sekedar bahasa, deretan kata, namun unsur "kelebihan" nya itu pun hanya dapat diungkapkan dan ditafsirkan melalui bahasa. Jika sastra dikatakan ingin menyampaikan sesuatu mendialogkan sesuatu. Sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan lewat sarana bahasa, bahasa dalam sastrapun mengemban fungsi utama, fungsi kemunikatif (Nurgiantoro, 2005: 272).
Sastra khusunya fiksi disamping sering disebut dunia dalam kemungkinan juga dikatakan sebagai dunia dalam kata. Hal itu disebabkan dunia yang diciptakan, dibangun, ditawarkan, diabstaksikan dan sekaligus ditafsirkan lewat kata-kata, lewat bahasa. Apapun yang dikatakan pengarang atau sebaliknya ditafsirkan oleh pembaca mau tidak mau harus menyangkut paut dengan bahasa. Struktur novel/cerita pendek dan segala sesuatu yang dikomunikasikan senantiasa, dikontrol langsung oleh manipulasi bahasa, pengarang. Ada beberapa manfaat membaca cerpen, misalnya kita dapat mengenal watak atau karakter manusia, dan memperoleh gambaran bagaimana tokoh-tokohnya memecahkan masalah yang dihadapinya, membaca cerpen dapat dilakukan secara serius dan santai. Pembaca yang serius akan memperhatikan alur, watak tokoh, konflik yang dihadapi tokoh. Latar/tempat dan waktu terjadinya peristiwa secara mendalam. Adapun pembaca yang santai membaca cerpen dengan tujuan hanya sekedar mencari hiburan atau untuk mengisi waktu luang.
Cerpen akan semakin menarik untuk diikuti apabila didalamnya mengungkapkan hal-hal yang menarik atau mengesankan. Oleh karena itu, pengarang harus pandai dan jeli mengatur alur, konflik dan penokohan. Disamping itu cerpen akan memberikan pengaruh positif bila pernbacanya menemukan nilai-nilai yang diharapkan dalam kehidupan. Nilai-nilai tersebut dapat berupa :
1.      Nilai budaya, berkaitan dengan pemikiran kebiasaan dan hasil karya cipta manusia.
2.      Nilai sosial berkaitan dengan tata laku hubungan antara sesama manusia (kemasyarakatan).
3.      Nilai moral, berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk yang menjadi dasar kehidupan manusia dan masyarakatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar